Apakah Mogwai berhasil, dengan cara apapun, beralih dari hingar bingar noise rock yang padat akan distorsi gitar?

Mempertahankan warna musik yang sudah menjadi identitas tanpa menjadi unit repetitif merupakan beban hebat bagi musisi mana saja ketika mendekati usia kepala tiga. Tapi tantangan itu ialah tempat dimana Mogwai nyaman bermain dengan risiko. Every Country’s Sun terdengar sebagaimana mereka selama ini dibanggakan—panorama musiknya berselancar dari energi berbahaya sampai hiruk pikuk aktivitas dan euforia manusia.

Meski begitu, album disempurnakan oleh lebih banyak ruang bernafas daripada karya-karya Mogwai sebelumnya. Membuat Every Country’s Sun dinikmati layaknya kemenangan, jati diri diperbarui dan personalitas ditegaskan.

Dengan kembalinya David Fridmann mengontrol produksi, album bernomor sembilan itu memuat kembali gagasan-gagasan liar Rock Action (2001), rilisan pertama Mogwai ketika Fridmann juga yang duduk di kursi produser. Mengingat keputusan John Cummings untuk pergi meninggalkan band sebelum proses rekaman dimulai, penciptaan album semakin diterima sebagai momen dimana Mogwai mempertaruhkan segala hal.

Selama lebih dari satu dekade terakhir, hasil-hasil kerja Mogwai di film scoring dan soundtrack kerap mengancam kemegahan rilisan-rilisan studio mereka lainnya. Utamanya kontribusi apik mengiringi dokumenter BBC tentang bom nuklir, Atomic: Living in Dread and Promises, dan acara televisi drama-horor Perancis, Les Revenants. Keduanya berhasil meniadakan suara sonik kasar yang brutal, berganti perangai tenang menghanyutkan, anggun, dan subtil.

Menulis musik sebagai bagian dari kolaborasi kreatif tampaknya lebih bersahabat dengan band dari Skotlandia itu. Mereka terbebas dari tekanan besar untuk menyiarkan pernyataan signifikan yang biasa datang mengiringi perilisan album studio.

Beberapa kritik sepakat jika beberapa album Mogwai—setelah Rock Action dan sebelum Every Country’s Sun—terdengar menjauh dari sentuhan-sentuhan trengginas. Mereka memutar haluan dari distorsi tebal dan kencang ke sinematik krautrock, elektronika analog, eksperimental rapuh, dan berjuang keras menemukan langkah-langkah ke pintu masa depan. Pada Every Country’s Sun, Mogwai menemukan lagi pusat gravitasinya. Mereka tampak lepas bersenang-senang, namun tetap memiliki arah dan intensitas tinggi.

Trek pembuka Coolverine dan Party in the Dark mereproduksi kembali sketsa album-album kolaboratif Mogwai dengan para pekerja film: sunyi, sejuk, menghanyutkan, elektronik bertempo sedang, dan menyinggung art rock ’80-an. Terkhusus Party in the Dark, adalah kesuksesan besar, adalah harta karun shoegaze, dan mampu menyaingi kehangatan Teenage Exorcist, salah satu trek terbaik mereka pada EP Music Industry 3. Fitness Industry 1. Stuart Braithwaite belum pernah terdengar begitu polos, juga merdu.

Dua trek pembuka itu menjadi cetak biru trek-trek Every Country’s Sun: berjarak, melamunkan khayal, menjelajah bunyi-bunyian elektronik, namun tidak terikat. Rancangan tersebut memang terus berlanjut hingga sepertiga album. Brain Sweeties merakit jalannya secara ambivalen dengan gelombang synth dan gempuran drum yang mendebarkan, sementara Aka 47 memainkan modular yang manis menuju distopia dan ketiadaan.

Pada kesempatan lain, Mogwai tetap mengisyaratkan pembaruan, pun nyatanya begitu. Merilis album kesembilan, menyusul kepergian gitaris John Cummings di tahun 2015, band kini menjelma kuartet—lebih ramping dan tajam. Battered at a Scramble menjadi pertarungan sengit antara suara organ melengking, dentum bass mencekak, dan bising-bising gitar yang agresif. Semua membaur harmonis ke dalam huru-hara. Old Poison, sementara itu, layaknya kepingan panas noise rock—mengingatkan pendengar akan kualitas Mogwai di masa muda.

Cukup mudah meletakkan tanggung jawab energi band terkini kepada teman lama di belakang papan kontrol. Sejak kolaborasi terakhirnya di tahun 2001, untuk pertama kali Fridmann kembali bekerjasama dan melakukan mixing atas eksekusi-eksekusi Mogwai di studio. Sebagaimana Rock Action, Every Country’s Sun turut menyajikan aransemen megah, hangat, dan bernas. Trek 20 Size adalah wahana berkilauan—gelumat-gelumat gitarnya memekak dekat, juga nyata dapat disentuh. Mengiringi di belakang, Martin Bulloch menabuh drum amat masif, membimbing trek naik sebagai kekuatan utama album.

Selama hampir satu dekade terakhir, Mogwai selalu dirundung oleh pertanyaan berulang: apakah mereka berhasil, dengan cara penuh makna apapun, beralih dari hingar bingar noise rock yang padat distorsi, yang juga membentuk identitas pertama mereka?

Jika iya, apakah mereka beranjak ke arah lebih menarik? Mungkin iya, mungkin juga tidak.

Tapi bagi unit musik berusia hampir tiga dekade, apalagi terasosiasi lekat dengan ragam musik singular, pertanyaan seharusnya bukan lagi materi seperti apa yang akan dimainkan, melainkan bagaimana cara mereka memainkannya. Setidaknya untuk separuh album, Mogwai untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir bermain dengan gagasan-gagasan liar sebagaimana album terbaiknya didefinisikan, layaknya ada pertaruhan besar di meja produksi.

Pada posisi terbaiknya, Every Country’s Sun adalah rilisan berani, garang, sederhana, dan mendebarkan. Satu karya yang memuat daya volume besar dan riuh rendah di ruang sempit.