Tiga jenis tanaman segera menuju luar angkasa dan menemukan rumah yang baru di Bulan.
Ketiga tanaman itu adalah selada mustard, sayuran brassica, dan rumput bebek yang biasa menghias kolam-kolam rumahan atau telaga. Tanaman-tanaman itu merupakan subjek ujicoba proyek LEAF (Lunar Effects on Agricultural Flora)—inisiatif NASA terkait eksperimen bercocok tanam di ekosistem Bulan, dan bagian dari misi peluncuran Artemis III pada tahun 2026 nanti.
Agar tetap tumbuh dan hidup pada saat tamasya ke ruang hampa, LEAF berencana menerbangkan tanaman-tanaman itu di dalam ruang tumbuh artifisial yang mengandung udara, panas, dan penerangan. Ruang artifisial itu rencananya “ditanam” di permukaan Bulan, terpapar gravitasi rendah serta radiasi tinggi, namun diamati secara detail dari Bumi.
Menurut Marshall Porterfield, salah satu ilmuwan LEAF, dampak gravitasi dan radiasi Bulan terhadap pertumbuhan tanaman akan menjadi pengamatan utama selama eksperimen. Apabila tanaman-tanaman itu berhasil tumbuh baik, maka percobaan ini kelak menjadi pertama kalinya manusia berhasil bercocok tanam di Bulan.
Menemukan tanaman yang dapat tumbuh baik di Bulan adalah aspek penting dari mimpi para ilmuwan mewujudkan bioregeneratif di antariksa—gagasan untuk mengirim bukan hanya manusia, tapi juga ekosistemnya ke luar angkasa. Ilmuwan ingin menyediakan solusi pendukung agar ekspedisi-ekspedisi astronaut dapat dilakukan dengan rentang waktu lebih panjang. Solusi biologis dan ekosistem berkelanjutan membuat keinginan itu lebih realistis.
Bagaimana LEAF menjelajah kemungkinan berkebun di Bulan?
Sebelum ikut meluncur ke Bulan dengan Artemis III, tanaman-tanaman akan lebih dulu tumbuh di ruang artifisial di Bumi. LEAF akan berfokus pada kemampuan atau aktivitas pertumbuhan tanaman di Bulan. Satelit alami Bumi itu hampir tidak dilindungi atmosfer dan memiliki medan magnet yang lemah, sehingga diterjang radiasi matahari dan kosmik begitu kuat—sekitar 200 kali lebih kuat daripada ekosistem di Bumi. Sementara itu, gaya gravitasi di Bulan hanya sekitar seperenam gaya gravitasi di Bumi.
Nantinya, ketika para astronaut Artemis III meninggalkan Bulan, setelah eksplorasi sekitar 1 minggu waktu Bumi, tanaman di ruang tumbuh artifisial akan dibagi dua. Setengah dari masing-masing tanaman akan dibawa kembali ke Bumi, sementara lainnya menetap di Bulan. Mereka akan diamati hingga layu, membeku, atau gagal tumbuh.
Pemilihan tanaman dilakukan berdasarkan karakteristik dan manfaat yang ditawarkan untuk ekspedisi jangka panjang di luar angkasa. Selada mustard (Arabidopsis thaliana) merupakan organisme model selama beberapa dekade. Pemahaman mendalam yang sudah terjadi akan memudahkan ilmuwan LEAF memahami respon biologis tanaman terhadap lingkungan Bulan. Sementara brassica dipilih karena berpotensi menghasilkan minyak, dapat dikonsumsi, dan direkayasa secara genetik untuk tumbuh cepat. Kemudian rumput bebek memiliki karakteristik yang tepat bagi ruang hampa—bisa tumbuh di air tanpa akar, menyaring air di tempat tumbuhnya, serta mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup.
Apabila berjalan lancar, eksperimen LEAF bersama Artemis III ialah milestone terbaru di antara usaha-usaha menumbuhkan sumber daya hidup manusia di Bulan. Porterfield juga terlibat dengan ujicoba bercocok tanam di International Space Station (ISS). Ujicoba itu mempelajari respon tumbuhan terhadap lingkungan mikrogravitasi. Menurutnya, berkebun di ruang hampa adalah pekerjaan kompleks, lantaran kemampuan akar tanaman menyerap air bergantung kepada gaya gravitasi lingkungan.
Pada percobaan berkebun di Bulan, Porterfield hendak meneliti tanda-tanda perubahan materi genetik dari sebagian tanaman yang kembali ke Bumi. Misalnya, muncul formula zat kimia untuk melindungi diri akibat harus beradaptasi dengan radiasi tinggi. Sebagian lain—tanaman yang menetap di Bulan—terus diamati melalui video jarak jauh. LEAF juga memperkirakan tanaman-tanaman itu harus beradaptasi dengan suhu permukaan Bulan yang bisa mencapai -200º Fahrenheit.
Ilmuwan NASA sudah pernah berhasil menanam dan menumbuhkan selada mustard di regolit Bulan—materi berupa serpihan batu Bulan dan mineral yang menutup permukaannya. Tetapi Porterfield menegaskan bahwa mempelajari respon tumbuhan terhadap kondisi serta lingkungan Bulan secara langsung juga signifikan. Ada faktor gravitasi dan radiasi, misalnya, yang belum terlibat pada eksperimen sama di regolit Bulan atau ISS.
Meski begitu, ekspedisi Artemis III tidak langsung menanam tumbuhan-tumbuhan terpilih di permukaan Bulan. Eksperimen akan menggunakan sistem hidroponik, memaksimalkan penggunaan air kaya nutrisi sebagai media tumbuh. Salah satu pertimbangan besarnya adalah sumber daya lebih ringan.
Mengapa ujicoba LEAF di Bulan penting?
Seperti apa selada mustard, brassica, dan rumput bebek merespon gravitasi serta radiasi Bulan merupakan pertanyaan utama para ilmuwan LEAF saat ini.
Keberhasilan ujicoba berkebun di ISS telah memantik rasa optimis atas kemungkinan memiliki sumber daya kehidupan di luar angkasa, termasuk Bulan. Namun penting diingat jika ISS masih mengorbit di antara medan magnet Bumi, sehingga subjek percobaan pada saat itu belum terpapar radiasi tinggi atau ekosistem lebih brutal.
Jika nantinya ketiga tanaman LEAF mampu subur di Bulan, meski di dalam kondisi sulit dan harus dibantu ruang tumbuh artifisial, itu membuka peluang membangun sumber pangan dan kehidupan di ruang hampa.
Eksplorasi antariksa adalah bagian dari tantangan kehidupan di Bumi modern. Ia tercipta salah satunya dipantik oleh kondisi di mana kita mencoba hidup bersama-sama di ruang terbatas, namun berkompetisi berebut sumber daya sebanyak-banyaknya.
Apabila eksperimen berkebun di Bulan berhasil, ia juga dapat memberi petunjuk bagaimana cara melestarikan sumber daya di ekosistem Bumi yang semakin hari tampaknya semakin buruk saja.